PEREMPTORY NORMS
(JUS COGENS):
Perspektif Teori-Teori
Hukum yang Positivistik
‘Peremptory Norms (jus cogens)’ dalam
perspektif positivistik lebih ditekankan pada ‘persetujuan negara-negara’.
Persyaratan persetujuan negara merupakan justifikasi dasar bahwa negara secara
independen berdaulat dan otonom. Oleh karena itu, demikian dinyatakan Evan J. Criddle & Evan Fox Decent dengan
merujuk pada pendapat Genady M. Danilenko dan Georg Schwarzenberger, negara tidak dapat terikat norma-norma yang
tidak pernah disetujuinya.[1] Criddle
dan Decent mengutip Christos L. Rozakis, teori-teori hukum yang bersifat positivistik
atau pendekatan yang berbasis pada persetujuan negara, norma-norma
internasional mencapai status ‘peremptory norm’ jika melalui proses legislasi
yang kemudian akan menghasilkan hukum internasional seperti pada umumnya terjadi.
Secara spesifiknya, negara menyetujui suatu ‘peremptory norm’ melalui suatu kodifikasi ke dalam norma pada suatu
perjanjian internasional. Status ‘peremptory
norm’ diterima sebagai hukum kebiasaan internasional, atau menggunakan
norma-norma ‘peremptory norm’ tersebut secara domestik sebagai prinsip-prinsip
hukum umum.[2]
[1]Genady M. Danilenko
menulis artikel International Jus Cogens:
Issues of Law Making, dimuat dalam European Journal International Law, 42,
53 (1991). Georg Schwarzenberger menulis artikel, International Jus Cogens, dimuat dalam Texas Law Review, 455, 467
(1965). Lihat, Evan J. Criddle &
Evan Fox Decent, A Fiduciary Theory of
Jus Cogens, artikel dimuat dalam Yale Journal of International Law, Vol.
34, 2009, hlm.339.
[2]Christosn L.
Rizakis tahun 1961 menerbitkan bukunya berjudul The Concept of Jus Cogens in the Law of Treaties, hlm.76. Lihat, Evan J. Criddle & Evan Fox Decent, A Fiduciary Theory of Jus Cogens,
artikel dimuat dalam Yale Journal of International Law, Vol. 34, 2009, hlm.339.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar